Jakarta (SIB) - Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Iwan Syahril menegaskan, hingga saat ini tidak ada rencana mengubah tahun ajaran. Iwan mengatakan, kebijakan terkait tahun ajaran akan memperhatikan kondisi di tiap daerah di Indonesia yang berbeda-beda.
Ia menjelaskan, kondisi Covid-19 di Indonesia beragam. Ada daerah yang dinilai penyebarannya sangat masif dan berbahaya melakukan aktivitas di luar sehingga diperlukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun, ada pula yang tidak perlu dilakukan PSBB.
"Memang ini kebutuhan bagaimana dialog-dialog dengan pemerintah daerah supaya bisa memaksimalkan, kalau ternyata tidak perlu ditutup sekolah, atau dilaksanakan kegiatan yang sifatnya jarak jauh, atau lebih berhati-hati, kenapa tidak?" kata Iwan, dalam sebuah diskusi, Rabu (13/5).
Menurut Iwan, masing-masing daerah memiliki tantangan yang berbeda-beda. Perlu catatan kesehatan yang jelas masing-masing wilayah untuk menentukan tahun ajaran baru. Sebab, apabila tahun ajaran baru dimundurkan, maka ada daerah yang sebenarnya tidak perlu kebijakan tersebut.
"Jadi ini asesmennya harus per-daerah. Situasi Covid-19 ini harus terus dipantau. Nggak mungkin kita menyiapkan sebuah regulasi yang kemudian bisa mencakup untuk semuanya," kata dia menambahkan.
Lebih lanjut, Iwan menjelaskan prinsip Kemendikbud adalah memberikan pilihan kepada guru dan kepala sekolah di semua daerah. Termasuk juga belajar dari rumah melalui jaringan internet. Kemendikbud sadar bahwa tidak semua daerah bisa menjalankannya, maka dibuat program belajar lainnya seperti yang saat ini ditayangkan TVRI.
"Ini kami juga sadar tidak akan menjangkau semuanya. Tapi next step-nya kan butuh waktu. Aritnya pilihan-pilihan ini tetnunya tidak akan bisa menjawab tantangan yang ada," kata dia lagi.
Saat ini, ia menjelaskan Kemendikbud dan pemangku kepentingan lainnya terus berdiskusi dan saling bertukar ide. Secara konsisten, Kemendikbud juga berkomunikasi dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi.
Jangan Buru-buru
Sementara itu, wacana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) seperti DKI Jakarta membuka kembali sekolah di zona hijau Covid-19, pada pertengahan Juli 2020 mestinya diperhitungkan matang-matang, jangan terburu-buru.
FSGI menilai, koordinasi dan komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah masih buruk saat ini, lihat saja pendataan Bansos. Begitu juga terkait data penyebaran Covid-19 di wilayah tertentu.
"Jangan sampai nanti setelah suatu wilayah ditetapkan sebagai zona hijau artinya terbebas dari penyebaran Covid-19, tahu-tahu ada korban positif di wilayah tersebut," kata Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim di Jakarta, Minggu (17/5).
Pemerintah pusat mesti memperbaiki koordinasi, komunikasi, dan pendataannya. Dalam hal ini antara Kemenko PMK, Kemenkes, Kemendikbud, Gugus Tugas Covid-19 BNPB, dengan Pemda.
Apakah di satu wilayah benar-benar sudah aman dari sebaran Covid-19. Jangan sampai karena buruknya pendataan, setelah masuk sekolah Juli nanti, justru siswa dan guru jadi korban terkena Covid-19. Risikonya terlalu besar.
Karena itu, FSGI meminta agar Juli 2020 tetap dijadikan sebagai awal tahun ajaran baru, tetapi pembelajaran dilaksanakan dari rumah, baik daring (online) maupun luring (offline). Tentunya pemerintah harus melakukan perbaikan layanan, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran, dan akses internet.
"Ini lebih aman dan nyaman, baik bagi guru maupun orang tua siswa. Ketimbang memaksakan masuk sekolah biasa, tanpa perhitungan dan pendataan yang baik," terangnya.
Satriwan menambahkan, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bisa menjadi opsi terbaik sampai satu semester ke depan, atau setidaknya sampai pertengahan semester. Sampai kurva Covid-19 betul-betul melandai, dengan mempertimbangkan masukan dari para ahli kesehatan pastinya.
Kemudian juga tak kalah penting adalah Kemendikbud dan Kemenag harus segera mempersiapkan pedoman Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) atau dulu dikenal dengan Masa Orientasi Siswa (MOS) tahun ajaran baru 2020/2021.
"Yang pasti format PLS tahun 2020 ini akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, baik dengan skema daring maupun luring," pungkasnya. (Rep/jpnn/p)