06 Mei 2020
Banyak Sekolah Terancam Tutup, Ubaid: Berikan Bansos untuk Guru Honorer
JAKARTA (SIB) - Pengamat Pendidikan Ubaid Matraji mengungkapkan, krisis Covid-19 mulai memakan korban di sektor pendidikan. Banyak sekolah swasta dan madrasah yang kini megap-megap membiayai operasionalnya.
"Berdasarkan jejak pendapat Kemendikbud 2020, hampir 56% sekolah swasta di Indonesia mengalami kesulitan biaya operasional. Kalau ini dibiarkan, ada banyak guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik, yang terlantar," kata Ubaid dalam pesan elektroniknya, Minggu (3/5).
Dia menegaskan, sekolah bukan hanya negeri. Sekolah swasta juga banyak berkontribusi untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Sekolah swasta bahkan lebih banyak menyerap jumlah siswa.
Untuk menyelamatkan sekolah-sekolah ini agar tidak melakukan PHK terhadap para guru, pemerintah harus mempercepat birokrasi pencairan BOS dan tambah anggaran pendidikan. Sebab, dana pendidikan juga disalurkan kepada para penerima manfaat yang terdampak Covid-19 melalui institusi pendidikan.
"Jadi, harusnya dana pendidikan itu ditambah, bukan malah disunat. Bahkan dana BOS saat ini, masih banyak yang belum cair, karena birokrasi yang masih rumit," kritik Ubaid yang juga koordinator nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
Dia juga mendesak pemerintah memberikan bansos untuk guru honorer. Jangan ambilkan gaji guru honorer dari dana BOS, apalagi masih banyak yang susah cair. Ini akan mengurangi biaya operasional untuk menunjang proses pembelajaran.
"Harusnya, ada skema bansos khusus untuk guru honorer. Mereka termasuk orang yang paling terdampak dalam institusi pendidikan," tandasnya.
"Saat ini pemerintah terkesan belum menyelamatkan sektor pendidikan dan membiarkan pendidikan berjalan terseok-seok. Dana darurat sekitar Rp405 triliun untuk penanggulangan pandemi Covid-19 yang menyasar banyak bidang itu, ternyata tidak untuk menyelamatkan sektor pendidikan sama sekali. Bahkan, dana pendidikan di Kemendikbud dan Kemenag dikurangi dan direalokasikan untuk sektor lain," ujar Ubaid.
Akibatnya, lanjut dia, ancaman di sektor pendidikan kian nyata di depan mata. Beberapa ancaman di sektor pendidikan, yakni ancaman putus sekolah, angka sekolah gulung tikar, hingga ancaman depresi massal.
"Angka kemiskinan naik tajam dalam situasi seperti ini. Tentu ini akan berdampak pada kemampuan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Buat makan saja susah, apalagi buat bayar sekolah. Sebab, sekolah kita masih saja banyak bayar pungutan ini dan itu. Mendapatkan akses sekolah adalah hak dasar warga negara, jadi ini harus dijamin, jangan malah diabaikan," paparnya.
Oleh karena itu, JPPI memberikan beberapa rekomendasi pada pemerintah. Di antaranya, reformulasi kurikulum darurat, percepat birokrasi pencairan BOS dan tambah anggaran pendidikan, berikan bansos untuk guru honorer, dan tingkatkan kompetensi guru.
"Pemerintah harus membuat pedoman dan kurikulum pembelajaran saat pandemi. Ini penting supaya belajar tetap dapat dilakukan dengan menyenangkan, tidak membuat anak stres, dan ada capaian target-target yang terukur. Misalnya, kalau situasi normal sekolah biasa ada target harian, nah di saat darurat, target-targetnya bisa dirancang model mingguan, bahkan bulanan," terang dia. (Ant/c)